Makalah: Sekularisasi Ilmu Pengetahuan
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya, disatu sisi ilmu pengetahuan mempunyai dampak dalam membantu dan meringankan beban manusia. Tetapi di sisi lain ilmu pengetahuan bisa membawa manusia terjerumus dalam kondisi yang buruk bahkan menjauh dari nilai-nilai dan kodrat manusia.
Pada kenyataannya, Ilmu di Barat bercorak Sekuler dibangun atas dasar Materialisme,naturialisme,dan eksistensialime telah melahirkan Ilmu Pengetahuan yang jauh dari nilai-nilai spritual, mental, dan etika. Tak ayal banyak ilmuan-ilmuan Barat yang jauh dari Agama. Dan mereka menuntut kebebasan individualisme dalam berpikir.
Sehingga banyak orang yang terpengaruhi akan tindakan yang di lakukan orang-orang sekularisme. Perlu bagi setiap individu untuk mengetahui lebih dalam akan sekularisasi, dan bahaya darinya. Selain itu setiap individu harus membekali diri dengan keyakinan yang teguh kepada Sang Kholiq.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian singkat di atas penulis akan membahas hal sebagai berikut:
Arti sekularisasi dan yang melatar belakangi munculnya.
Sekularisasi ilmu pengetehuan ditinjau dari epistimologinya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sekularisasi
Istilah Sekularisasi berakakar dari kata Sekuler yang berasal dari bahasa latin Seaculum artinya abad ( age, century ), yang mengandung arti bersifat dunia, atau berkenaan dengan kehidupan dunia sekarang. Dalam bahasa Inggris kata secular berarti hal yang bersifat duniawi, fana, temporal, tidak bersifat spritual, abadi dan sakral serta kehidupan di luar biara.38
Yusuf Qardhawi dalam bukunya, at-Tatharufu al-‟ilmani fi Mujaahwati al-Islam, sekular ialah la Diniyyah atau Dunnaawiyah yang bermakna sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan agama atau semata dunia.39 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sekularisasi diartikan segala hal-hal yang membawa ke arah kehidupan yang tak didasarkan pada ajaran agama.40
Makna Sekularisasi itu sendiri, menurut Norcholis Madjid mengartikannya sebagai proses penduniawiyaan atau proses melepaskan hidup duniawi dari kontrol agama.Adapula yang mendefinisikannya sebagai suatu proses yang terjadi dalam segala sektor kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang lepas dari dominasi lembaga-lembagaan simbol-simbol keagamaan.
Dari berbagai definisi di atas menunjukkan bahwa makna Sekularisasi Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pelepasan/pembebasan ilmu dari setiap pengaruh agama sebagai landasan berpikir manusia.
B. Latar Belakang Lahirnya Sekularisasi
Sekuler adalah kata sifat yang menggambarkan suatu keadaan dimana ia telah memisahkan kehidupan duniawi dari pengaruh agama atau hal-hal yang berbau perihal spiritual. Sedangkan sekularisme adalah suatu paham yang ingin memisahkan atau menetralisir semua bidang kehidupan seperti politik dan keanekaragaman, ekonomi, hukum, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan teknologi dari pengaruh agama atau hal-hal yang ghaib.41
. Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Bogor : Kencana, 2003, Hal: 188.
. Yusup Qardhawi, at-Tathahurufu al-„Ilman fi Mujaahawati, diterjemahkan oleh Nahbani Idris dengan judul Sekuler Ekstrim, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, Hal: 1
. Tim Penyusun Kamus Pustaka Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Hal: 101
. M.Tahir,Negara Hukum Suatu Tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini , Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2007 cet. Ke-3,. Hal: 19
Sekularisasi sering diartikan sebagai pemisahan antara urusan Negara (politik) dan urusan agama atau pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi (akhirat).42 Dalam dekadenya, sekularisasi yang muncul pada abad pertengahan ini ingin memberi suatu penempatan yang pas, dimana yang memang urusan duniawi dan mana yang urusan agama.
Sekularisasi atau pemisahan antara ilmu atau sains dengan agama mempunyai sejarah panjang dan gelap. Eropa abad pertengahan merupakan masa-masa suram bagi berkembangnya nalar kritis manusia. Kekuasaan berada dibawah otoritas gereja. Mempertanyakan otoritas gereja sama dengan mempertanyakan otoritas Tuhan. Pembacaan terhadap realitas sepenuhnya merujuk pada kitab suci, sedangkan kitab suci pada masa itu dibaca secara harafiah. Sehingga sampai kini, kaum agama yang membaca kitab sucinya secara literal atau harafiah kerap dijuluki kaum skripturalis. Kaum ilmuwan yang menemukan fakta yang berbeda dengan kitab suci kerap dikucilkan bahkan dituduh ateis.
Sekularisasi berasal dari dunia barat kristiani, yang muncul dengan diserukan oleh para pemikir bebas agar mereka terlepas dari ikatan gereja, para pemuka agama dan pendetanya. Pada awalnya agama Kristiani lahir di dunia Timur, namun warna Kristiani amat tebal menyelimuti kehidupan dunia Barat. Keadaan ini sejak kekaisaran Romawi Konstantin yang agung (280-337) yang melegalisasikan dalam dalam wilayah imperiumnya serta mendorong penyebarannya merata ke benua Eropa, terutama di abad pertengahan warna Kristiani meyelimuti kehidupan Barat baik politik, ekonomi, sosial, budaya, serta ilmu pengetahuan.43
Pada dasarnya sekularisasi yang diusung Barat ini berasal dari sebuah kekecewaan atau lebih tepatnya penyangkalan akan sebuah konsep yang melulu berasal dari Tuhan, yang dalam arti jauh terjangkau oleh rasio. Padahal dalam skala-skala tertentu tidak semua mengenai suatu hal tidak dapat terjangkau oleh akal manusia. Peran agama (gereja) di Barat yang mengkristal kedalam segala aspek kehidupan. Sehingga ketika logika (rasio berfikir) mengenai suatu hal yang di dunia ini masih dapat dijangkau oleh akal mereka (kaum gerejawan) tidak dapat menerima hal tersebut.
Gambaran gereja (baca : pemuka agama atau pendeta) pada saat itu datang dengan membawa pemikiran menentang akal dan rasio dengan mempertahankan kebekuannya melawan ilu dan kebebasan, tampil dengan menghadapi kemajuan. Sikap keras para aktifis gereja dalam menentang para ahli pikir (ilmuan) yang menorehkan hasil penelitian ilmiyah dan nalarnya karena dinilai bertentangan dengan ajaran-ajaran agama. Hingga gereja memusuhi orang-orang
. Pardoyo,.Sekularisasi Dalam Polemik,.1993. Hal: 19
. Nihaya, Filsafat Umum : dari Yunani sampai Modern, Makassar: Berkah Utami, 1999, Hal: 12
yang menyampaikan teori ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan ajarannya, seperti berpendapat bahwa bumi ini bulat dianggap sebuah kekafiran atau keluar dari agama. Kepicikan berpikir gereja terhadap orang-orang yang mengemukakan teori atau pandangan keilmuan yang bertentangan dengan ajarannya ternyata melahirkan bentuk kekejaman dengan menyiksa jenazah ilmuan dan membakarnya, yang hidup pun tidak kalah penyiksaan yang diterimanya. Sehingga para ahli pikir menuntut dipisahkannya urusan agama dari kehidupan sosial dan pemerintahan agar terhindar dari beragamnya penyiksaan tersebut.44
Dengan terlepasnya dari para ahli pikir dari tirani gereja, melahirkan sekularisasi di Barat. Pertentangan ini pun berakhir dengan membagi ”hidup” menjadi dua bagian, sebagian diserahkan kepada agama sebagian lagi diserahkan ke pemerintah (penguasa). Sebagaimana ungkapan Isa al Masih dalam Injil : sebagian untuk Allah dan sebagian untuk kaisar. Artinya masing-masing memiliki tugas sendiri-sendiri. Bahwa Kaisar mengatur kehidupan dunia, masyarakat, pemerintahan. Sedangkan tugas Allah yang diwakili gereja berada pada bagian agama atau rohani, sehingga tidak ada intervensi antar keduanya. Meskipun demikian, ilmu pengetahuan dalam kitab tetap ditempatkan sebagai kebutuhan dalam kehidupan manusia. Sesuai dengan ajaran Kristiani yang mengatakan manusia itu sebagai gambaran dan rupa Tuhan sedangkan Tuhan sendiri merupakan sumber terang dan pengetahuan. Oleh karena itu Tuhan menghendaki supaya kenal padanya dan meyelidiki segala yang diciptaka-Nya, sehingga dapat memperoleh pengetahuan.
Sekularisasi secara formal diperkenalkan oleh G.J Holyoake (1817 – 1906 M),45 merupakan reaksinya terhadap tindakan gereja-gereja yang bersifat otoriter terhadap sains. Sedangkan Galeleo (lahir 1564 M) dipandang sebagai pahlawan sekularisai ilmu penetahuan. Wujud orientasi aliran ini adalah pembebasan berpikir di luar ajaran agama, sehingga mereka mengambil kesimpulan bahwa ilmuan bebas berfikir sesuai dengan profesinya dan bagi agamawan yang tidak respon diberikan kebebasan mengatur urusan akhirat.
C. Ajaran Pokok Sekularisme
Suatu faham atau aliran terdapat ajaran pokok sebagai landasan dalam berfikir termasuk sekularisasi, atau sebagai acuan dalam melindungi pemahaman suatu tema yang distatemenka. Adapun ajaran-ajaran pokok sekularisasi ilmu pengetahuan yaitu:46
. Yusup Qardhawi, at-Tathahurufu al-„Ilman fi Mujaahawati, diterjemahkan oleh Nahbani Idris dengan judul Sekuler Ekstrim, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000, Hal: 7
. G. J. Holyoake (1817-1906 M). lahir di Birmingham Inggris, anak seorang pekerja keras. Pendidikannya berawal dari agama, namun kehidupan remajanya diliputi oleh situasi politik dan sosial ditempat kelahirannya yang keras, membentuk pribadi yang betsikap gerakan protes terhadap sosial dan politik.
46 . Nihaya, Filsafat Umum : dari Yunani sampai Modern, Makassar : BerkahUtami, 1999, Hal: 136
a. Prinsip-prinsip esensial dalam mencari kemajuan dengan alat material semata-mata.
b. Etika dan moralitas didasarkan pada kebenaran ilmiah tanpa ada ikatan agama dan metafisika, segalanya ditentukan oleh kriteria ilmiah yang dapat dipercaya dan yang bersifat vaiditas.
c. Masih mengakui agama pada batas tertentu dengan ketentuan, agama tidak boleh mengatur urusan dunia melainkan hanya mengatur tentang akhirat belaka.
d. Menekankan perlunya toleransi semua golongan masyarakat tanpa mengenal perbedaan agama.
e. Menjunjung tinggi penggunaan rasio dan kecerdasan.
Prinsip rasio dan kecerdasan yang sangat dijunjung tinggi oleh penganut sekularis, karena ilmu pengetahuan bisa berkembang dengan akal pikiran dan penalaran yang tinggi. Dan rasiolah yang melahirkan kebahagian menuju kemajuan, sedangkan agama tidak mampu menjelaskan secara rasio terhadap ilmu pengetahuan karena ia adalah keyakinan.
D. Sekularisasi Ditinjau Dari Epistimologi
Secara formal epistimologi sekularisasi ilmu pengetahuan berbentuk rasionalisme dan empirisme. Dimana memandang ilmu pengetahuan berdasarkan pengamatan empiris dan menelaah secara rasio bukan keyakinan “iman” sebagai penilai.
Sesuai dengan epistimologi sekularisme yakni rasionalisme dan empirisme, membuat sekularisasi harus mempertahankan keobjektifan tujuannya dengan mentaati aturannya sendiri dengan menghindarkan ilmu pengetahuan selalu terkait dengan agama, pandangan hidup, tradisi dan semua yang bersifat normatif guna menjaga realitas ilmu pengetahuan sebagai suatu yang indefendent dan objektif. Rasio pun dianggap sebagai alat pengetahuan yang objektif dapat melihat realitas konstan, yang tidak pernah berubah-ubah dan dengan empiris memandang ilmu pengetahuan yang absah harus melalui pengalaman.
Dengan rasio dan empirismenya, sekularisasi ilmu pengetahuan secara ilmiah memandang alam ini tidak mempunyai tujuan dan maksud, karena alam adalah benda mati yang netral dan tujuannya sangat ditentukan oleh manusia sendiri. Sehingga manusia dengan segala daya dan upayanya yang dimilikinya mengeksploitasi alam untuk kepentingan manusia semata.
Oleh kerena itu terdapat konsestensi antara sekularisasi dan rasionalisme dan empirisme, sebab inti sekularisasi adalah pemahaman masalah duniai dengan mengarahkan kecerdasan rasio.
Konsekwensi epistimologi sekuler dari segi aksiologi menyebabkan ilmu itu bebas nilai, karena nilai hanya diberikan oleh manusia pemakainya. Jadi pada akhirnya dapat dikatakan bahwa sekularisasi ilmu pengetahuan kehilangan objektifitasnya.
Nourcholis Majid yang dikenal tokoh sekuler Indonesia, membahasakan bahwa ilmu pengetahuan itu, baik buruknya suatu ilmu pengetahuan tergantung oleh manusia yang
memakainya. Pandangan selanjutnya, bahwa sekularisasi itu pun perlu dengan konsep duniakan yang bersifat dunia dan akhiratkan yang akhirat.47
Kejenuhan akan pengkristalan suatu nilai agama itupun membuat jenuh pada masyarakat yang sebelumnnya seperti mendapatkan suatu pencerahan yang dibuka atau dimulai oleh para ilmuan-ilmuan tersebut. Dengan perkembangan ini dimulailah babak baru di Barat dengan tumbuh suburnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itulah modernisasi pertama kali berlangsung di Barat, terutama melalui proses industrialisasi (terjadi di wilayah Barat) yang kemudian memicu munculnya sekularisasi.
Munculnya modernisasi yang berarti adanya suatu pembaharuan pola-pola, maka mengikiskan pola-pola lama, sehingga pola-pola lama tertindihkan atau bahkan terhilangkan. Jika seperti ini maka yang akan hilang ialah jati diri bangsa. Apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh kedua option ini. Apakah memajukan teknologi dengan jalan modernisasi terlebih dahulu ataukah tetap kolot tanpa kemajuan mengikuti perkembangan di Negara-negara seluruh dunia.
Kemudian berbicara mengenai industrialisasi yang merupakan kejadian lanjut dari munculnya modernisasi. Industrialisasi yang berarti proses berubahnya dari segi manual (tradisional) kepada suatu yang automatis (modern). Industrialisasi yang berfungsi sebagai kemudahan suatu kegiatan produksi (letakkan dalam hal perekonomian). Kemudian kita kaitkan dengan munculnya suatu sekularisasi. Sekularisasi yang merupakan suatu proses dalam pengertian, mengalami perubahan dan penambahan yang lebih besar terhadap arah proses atau tujuan proses tersebut.
Sehingga industrialisasi disini sangat jelas sebagai proses perubahan (keadaan) tersebut. Ambil contoh revolusi Industri yang terjadi di Inggris dari industrialisasi besar-besaran yang terjadi disana, namun pada dampaknya kondisi masyarakat menjadi sangat kacau, kemiskinan akibat bertambahnya angka pengangguran yang disebabkan mesinisasi besar-besaran dan berlanjut kepada kondisi sosial masyarakatnya (kejahatan dan sebagainya), selanjutnya mengenai klonning yang memunculkan pertanyaan besar apakah klonning yang dilakukan kepada makhluk hidup menyalahi takdir Tuhan?.
Memisahkan peran agama dari sisi kehidupan tidak sepenuhnya dilakukan, ada aturan-aturan yang seharusnya memang sudah ketentuan Tuhan Yang Maha Kuasa dalam kehendaknya. Lalu bagaimana ketika aturan-aturan (dalam hal ini kodrat Tuhan) yang di ganggu gugat, pasti akan menimbulkan sebab. Bukan mengenai hukum alam, jika seperti itu maka konteksnya akan memaknai pada suatu hak ketidakpercayaan akan adanya Tuhan.
. Norcholis Majid, Islam Kemoderann , dan KeIndonesiaan, Bandung : Mizan, 1998, Hal: 222-223
Dampaknya yang masih baru dari adanya bentuk praktek sekularisasi ini yaitu pada tahun 1989, sebuah epidemi penyakit baru yang aneh menyerang AS. Para korban menderita nyeri otot parah dan tingginya jumlah sel darah putih. Mereka juga mengalami kelumpuhan, masalah saraf dan jantung kronis, kulit bengkak dan pecah-pecah, gangguan kekebalan, kekebalan terhadap cahaya. Hanya dalam beberapa bulan, 5.000 orang dirawat di rumah sakit, 37 meninggal dan 1.500 cacat tetap
Dari fakta-fakta tersebut, dapat disimpukan apabila industrialisasi (yang kemudian mengacu pada munculnya sekularisasi) akan berdampak tidak baik. Kita benarkan pendapat Azyumardi Azra, bahwa seharusnya sekularisasi tidak mematikan agama, namun membangkitkan agama. Setujua akan pendapat tersebut tetapi apabila suatu sekularisasi diawali oleh modernisasi tersebut berintegrasi dengan baik terhadap pola-pola yang sudah ada (termasuk agama didalamnya). Sehingga hal ini berada di titik tekan pada aspek moral dan penggunaannya.
Agama harus memberikan semangat spiritualitas yang bersifat global kepada umat manusia agar para pelaku dan pengguna teknologi mampu mawas diri.
Kebangkitan agama tidak dalam bentuk formal. Tetapi semacam kesadaran kebutuhan akan suatu spiritualitas. Dengan begitu agama memiliki peran tersendiri yang justru akan mendapat tempat diberbagai lapisan dalam masyarakat.
Pada masa modern ini lahir filosof-filosof kenamaan Eropa dengan berbagai alirannya masing-masing. Tiga aliran besarnya adalah :
Rasionalisme yang dimotori 'bapak filsafat modern', Rene Descartes.
Aliran Empirisme yang dimotori John Locke.
Aliran Kantianisme. Tokohnya Immanuel Kant.
Implikasi filsafat modern yang menganggap keberadaan sesuatu harus dapat di indera dan di fikirkan, melahirkan metode pengetahuan ilmiah yang harus mengikuti beberapa aturan. Antara lain :
Empiris atau dapat diamati.
Dapat diukur atau terkuantifikasi.
Dapat diverifikasi.
Obyektif.
Pada perkembangannya, filsafat modern ini terbukti tidak dapat menyejahterakan manusia. Manusia bahkan terjebak pada kungkungan berhala-berhala baru. Penyakit umum manusia modern menurut Erich Fromm adalah perasaan teralienasi (keterasingan). Pada akhirnya manusia justru merasa asing dari lingkungan dan bahkan dirinya sendiri. Akibatnya manusia mempunyai persoalan serius mengenai kebermaknaan hidupnya. Isu kehidupan yang bermakna
menjadi topik terpenting abad ini. Hidup yang tidak bermakna atau absurd bahkan telah membuat seorang filosof bernama Albert Camus memutuskan mati bunuh diri.
Sejarah keilmuan sekuler barat menafikan Tuhan dalam perkembangan ilmunya. Karena kematian Tuhan telah diumumkan, maka kini manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini karena perkembangan ilmu didasarkan pada paradigma Antroposentris (berpusat pada manusia). Kini, pada akhir abad XX, banyak ilmuwan maupun filosof barat sekuler yang mulai mempertanyakan kebebasan dan kemahakuasaan manusia sebagai sesuatu yang melelahkan. Seperti yang dikatakan Sartre; Manusia dikutuk untuk bebas. Artinya, dengan kebebasannya, manusia justru merasa terasing dari diri sendiri dan masyarakatnya, merasa absurd. Banyak fenomena kekinian menunjukkan masyarakat sekuler barat mulai lelah dengan ateisme. Mereka mencari sesuatu yang transenden, sesuatu yang lebih tinggi dari manusia.
Fenomena keresahan dibarat-sekuler membuat mereka kembali melirik hal-hal berbau agama, sehingga muncul ide tentang hubungan antara agama dan ilmu. John F. Haught (2004) menjabarkan setidaknya ada 4 pendekatan relasi agama dan Sains :
Pendekatan Konflik. Berasumsi pada dasarnya sains dan agama tidak dapat rujuk.
Pendekatan Kontras. Berasumsi tidak ada pertentangan riel antara agama dan sains, karena keduanya memberi tanggapan pada masalah yang berbeda.
Pendekatan Kontak. Berupaya berdialog, berinteraksi, dan kemungkinan adanya "penyesuaian" antara sains dan agama, terutama mengupayakan agar sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis.
Pendekatan Konfirmasi. Perspektif ini meyoroti cara-cara agama pada tataran yang mendalam, mendukung dan menghidupkan segala kegiatan ilmiah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah Sekularisasi berkakar dari kata Sekuler yang berasal dari bahas latin Seaculum artinya abad ( age, century ), yang mengandung arti bersifat dunia, atau berkenaan dengan kehidupan dunia sekarang. Dalam bahasa Inggris kata secular berarti hal yang bersifat duniawi, fana, temporal, tidak bersifat spritual, abadi dan sakral serta kehidupan di luar biara. Banyak hal yang tidak selalu sampai pada akal pikiran manusia, oleh karnanya dibutuhkan ilmu agama demi menjadi pondasi dalam ilmu pengetahuan. Sejarah telah membuktikan bahwasannya ilmu yang dilandasi oleh agama (ISLAM),dapat membuat peradaban yang kuat.Tidak benar apabila sebuah ilmu dipisahkan dengan agama, karna dengan begitu suatu ilmu akan kehilangan nilainya.
DAFTAR PUSTAKA
Praja ,Juhaya S. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Bogor : Kencana, 2003
Qardhawi Yusup. at-Tathahurufu al-„Ilman fi Mujaahawati. diterjemahkan oleh Nahbani Idris dengan judul Sekuler Ekstrim, Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Tim Penyusun Kamus Pustaka Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.Jakarta: 2002 Tahir M. Negara Hukum Suatu Tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam,
Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Kencana Prenada Media Group.Jakarta: 2007 cet. Ke-3,
Nihaya, Filsafat Umum : dari Yunani sampai Modern. BerkahUtami. Makassar:1999 Pardoyo,.Sekularisasi Dalam Polemik,.1993.
Majid, Norcholis. Islam Kemoderann , dan KeIndonesiaan. Mizan. Bandung:1998
0 Response to "Makalah: Sekularisasi Ilmu Pengetahuan "
Post a Comment