Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Pendahuluan
Proses Islamisasi sebenarnya telah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Banyak kita dapati ayat Al-Qur‟an dan Hadits yang membicarakan tentang Mu‟amalah, Sain, ekonomi, social, politik dan berbagai ilmu lainnya. Rasulullah mengubah pola pikir ilmu pengetahuan jahiliah menuju pengetahuan Islamiah. Sehingga Islam tidak hanya terpaku pada hal ibadah dan akidah saja. Tetapi mencakupi berbagai aspek kehidupan.
Pada abad kedua puluh Masehi, keadaan dunia ditandai oleh kemajuan yang dicapai oleh Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai implikasianya, yaitu berupa penjajahan mereka atas dunia Islam. Negara-negara yang dulunya masuk kedalam hegemmoni Islam seperti Spanyol,India,Sisilia, dan sebagainya sudah mulai lepas dari Islam dan berdiri sendiri sebagi Negara spenuhnya. Demikian pula Negara-negara yang secara ideologis sepenuhnya Islam sudah banyak yang menjadi jajahan bangsa-bangsa lain. Seperti Mesir,Turki, Indonesia, dan Malaysia.
Islamisasi ilmu pengetahuan merupakan konsep yang di dalamnya terdapat pandangan integral terhadap konsep ilmu dan konsep Tuhan, Islam adalah agama yang memiliki pandangan yang fundamental tentang Tuhan, kehidupan, manusia, alam semesta, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, Islam adalah agama sekaligus peradaban.
Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata Islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Islamisasi; artinya adalah peng-islaman, peng-islaman dunia, bisa juga usaha meng-islamkan dunia. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut AI-Faruqi dalam bukunya Budi Handrianto; menyebutkan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of knowladge) merupakan usaha untuk mengacukan kembali ilmu, yaitu untuk mendefenisikan kembali, menyusun ulang data, memikir kembali argument dan rasionalisasi, menilai kembali tujuan dan melakukannya secara yang membolehkan disiplin itu memperkaya visi dan perjuangan Islam. Islamisasi ilmu juga merupakan sebagai usaha yaitu memberikan defenisi baru, mengatur data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasi kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan
melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin itu memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita) Islam.48
Dapat disimpulkan bahwa meng-islamkan ilmu pengetahuan modern adalah dengan cara menyusun dan membangun ulang sains sastra, dan sains-sains pasti dengan memberikan dasar dan tujuan-tujuan yang konsisten dengan Islam. Setiap disiplin harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya, dalam strateginya, dalam apa yang dikatakan sebagai data-datanya, dan problem-problemnya.
Sedangkan Syed M. Naqib al-Attas Secara teoritis dan ideologis, mendefenisikan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai: pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya.49
Tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Ada beberapa tujuan yang harus dicapai dalam menjalankan ide islamisasi ilmu pengetahuan ini. Dalam menjalankan proses islamisasi ilmu pengetahuan ini ada beberapa tujuan yaitu:
Menguasai disiplin ilmu modern
Menguasai warisan islam
Menetapkan relevansi khusus pada setiap bidang ilmu pengetahuan
Mencari jalan untuk sintesis kreatif antara warisan (islam) dan ilmu pengetahuan modern
Membangun pemikiran islam pada jalan yang mengarah pada kepatuhan pada hukum Tuhan. Islamisasi juga membebaskan manusia dari sikap tunduk kepada keperluan jasmaninya yang cendrung menzhalimi dirinya sendiri, karena sifat jasmani adalah cendrung lalai terhadap hakikat dan asal muasal manusia. Dengan demikian, islamisasi tidak lain adalah proses pengembalian kepada fitrah.
Bahwa didalam islamisasi ilmu pengetahuan terdapat pengakuan akan adanya hirarki atau tingkatan-tingkatan ilmu pengetahuan
48Isma’il Raji al-Faruqi. Islamisasi Pengetahuan, hlm. 38-39.
49Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren, hlm. 133.
Meletakkan wahyu bukan saja sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan tetapi juga standar
tertinggi dalam menemukan kebenaran.50
Selanjutnya, secara umum islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan Islam yang
“terlalu” religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan di antaranya.
Kontroversi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah begitu lama menebarkan perdebatan penuh kontroversi di kalangan umat Islam. Semenjak dicanangkannya sekitar 30 tahun yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun yang kontra terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan optimisme menyambut momentum ini sebagai awal revivalisme (kebangkitan) Islam. Namun, di pihak lain menganggap bahwa gerakan "Islamisasi" hanya sebuah euphoria sesaat untuk mengobati "sakit hati" karena ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat, sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan tenaga dan akan semakin melemah seiring perjalanan waktu dengan sendirinya.
Rosnani Hashim membagi kelompok ini menjadi empat golongan, yaitu:51
Golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan konsepnya dan berusaha untuk merealisasikan dan menghasilkan karya yang sejalan dengan maksud Islamisasi dalam disiplin ilmu mereka.
Golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori dan konsep tetapi tidak mengusahakannya secara praktis.
Golongan yang tidak sependapat dan sebaliknya mencemooh, mengejek dan mempermainkan gagasan ini.
Golongan yang tidak mempunyai pendirian terhadap isu ini. Mereka lebih suka mengikuti perkembangan yang dirintis oleh sarjana lainnya atau pun mereka tidak memperdulikannya.
Golongan Pro Islamisasi Ilmu Pengetahuan
50
Zainal Habib, Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan Perspektif, hlm. 54
51
Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer, hlm. 40
Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka mengokohkan dan memurnikan kembali konsep Islamisasi ilmu ini walaupun mereka saling mengkritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan untuk merekonstruksinya bukan mendekontruksi.
Diantaranya adalah S. A. Ashraf yang melakukan kritik terhadap al-Faruqi yang “ingin penyelidikan dilakukan terhadap konsep Barat dan Timur, membandingkannya melalui subjek yang terlibat dan tiba kepada satu kompromi kalau memungkinkan.” Pada fikirannya, kompromi merupakan sesuatu yang mustahil terhadap dua pandangan yang sama sekali berbeda. Tidak seharusnya bagi sarjana muslim memulai dengan konsep Barat tetapi dengan konsep Islam yang dirumuskan berdasarkan prinsip yang dinukil dari al-Qur‟an dan al-Sunnah.
Namun dalam pandangan Syed Hossein Nasr, integrasi yang diinginkan al-Faruqi bukan saja sesuatu yang mungkin tetapi juga perlu untuk dilakukan. Menurutnya, para pemikir muslim seharusnya memadukan berbagai bentuk ilmu dalam kerangka pemikiran mereka. Bukan hanya menerima, tetapi juga melakukan kritik dan menolak struktur dan premis ilmu sains yang tidak sesuai dengan pandangan Islam dan kemudian menuliskannya kedalam sebuah buku sebagaimana yang pernah dilakukan Ibnu Sina atau Ibnu Khaldun di masa lalu.52
Golongan Kontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Maraknya perkembangan pemikiran seiring dengan lahirnya gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, bukan berarti semua umat Islam sepakat terhadap ide tersebut. Mereka percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu.
Menurut Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena tidak ada yang salah didalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam menyalah gunakannya.53 Dan bahkan ia berkesimpulan bahwa “kita tidak perlu bersusah payah membuat rencana dan bagan bagaimana menciptakan ilmu pengetahuan islami. Lebih baik
52Rosnani Hashim, Gagasan Islamisasi Kontemporer, hlm. 41
53Adnin Armas, Krisis Epistemologi Dan Islamisasi Ilmu, hlm. 15
kita memanfaatkan waktu, energi, dan uang untuk berkreasi”.54 Bagi Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan itu memiliki dua kualitas, “seperti senjata dua sisi yang harus dipegang dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab, ia sangat penting digunakan dan didapatkan secara benar.” Baik dan buruknya ilmu pengetahuan bergantung pada kualitas moral pemakainya.
Abdul Salam, pemenang anugerah Nobel fisika berpandangan bahwa “hanya ada satu ilmu universal yang problem-problem dan modalitasnya adalah internasional dan tidak ada sesuatu yang dinamakan ilmu Islam, seperti juga tidak ada ilmu Hindu, ilmu Yahudi, atau ilmu Kristen. Abdul Salam menceraikan pandangan hidup Islam menjadi dasar metafisis kepada sains.55
Sedangkan kontroversi yang terjadi dikalangan ilmuwan muslim merupakan tantangan tersendiri bagi realisasi islamisasi ini. Pendapat yang diberikan para ilmuwan berkisar tentang metodologi dalam islamisasi. Dalam pertentangan tersebut terdapat pesimisme dan juga optimisme terhadap islamisasi. Namun semua pernyataan tersebut perlu dilihat siapa yang berpendapat dan bagaimana corak pemikirannya. Sehingga tidak menerimanya begitu saja.
Kedudukan Epistemologi dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Melihat perbedaan pendapat antar ilmuwan muslim tentang realisasi islamisasi ilmu pengetahuan, mungkin membuat kita bingung, mengapa di antara mereka ada yang setuju dan ada yang tidak? Kepada siapa kita harus berpihak? Pihak yang mendukung islamisasi memiliki semangat dan harapan besar terhadap kembalinya hegemoni ilmu pengetahuan islam. Bahkan sebagian dari mekera telah menawarkan konsep islamisasi ilmu pengetahuan.
Di lain sisi, pihak yang menolak menilai bahwa islamisasi merupakan hal yang sulit bahkan mustahil direalisasikan, karena “lawan” yang dihadapi terlalu besar dan sulit ditaklukkan, dan menilai bahwa ilmu pengetahuan adalah universal (tidak ada kaitannya dengan Islam atau tidak Islam), sehingga usaha untuk mewujudkannya adalah hal yang sia-sia.
Setiap ilmuwan berhak melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan memang ini yang harus dilakukan untuk kelangsungan hidup umat manusia. Namun, melihat kultur dan profil dari bangsa barat dan Islam, apakah sama cara keduanya memperoleh ilmu
54
Mohammad Shopan, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, hlm. 11
55
Adnin Armas, Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu, hlm. 16
pengetahuan? Islamisasi ilmu baru mungkin dan bermakna jika kita menunjukkan teoritis yang fundamental antara teori ilmu (epistemologi) modern dan Islam.56
E. Ruang Lingkup Epistemologi
Metodologi atau cara memperoleh ilmu pengetahuan merupakan ranah epistemologi sebagai salah satu cabang dari filsafat ilmu. Dalam kaitan ini, perlu diketahui bahwa epistemologi barat dan epistemologi islam berbeda. Para pemikir muslim memformulasi bangunan epistemologi islam berdasarkan al-Qur‟an dan as-Sunnah. Gagasan epistemologi islam ini bertujuan untuk memberikan ruang gerak bagi umat islam khususnya, agar bisa keluar dari belenggu pemahaman dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berdasarkan epistemologi barat.57
Epistemologi Barat
Epistemologi yang dikembangkan ilmuwan barat mempengaruhi pemikiran para ilmuwan di seluruh dunia, termasuk ilmuwan muslim seiring dengan pengenalan dan sosialisasi teknologi mereka. Padahal secara tidak sadar mereka telah terbelenggu oleh epistemologi barat yang belum tentu bisa diterima. Selanjutnya perlu diidentifikasi pendekatan epistemologi barat sebenarnya telah melakukan imperialisme epistemologi diseluruh dunia terutama dunia islam. Beberapa pendekatan epistemologi barat diantaranya:
Skeptis, yaitu keragu-raguan atau kesangsian. Dikalangan barat, keraguan menjadi salah satu ciri epistemologi. Mereka berangkat dari keraguan ketika menghadapi persoalan pengetahuan yang belum terpecahkan secara meyakinkan.
Rasional-Empiris, dalam mekanisme kerja epistemologi barat, penggunaan rasio menjadi mutlak dibutuhkan. Tidak ada kebenaran ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan tanpa mendapat pembenaran rasio.
Dikotomik, akibat yang timbul dari pola pikir ini adalah tersosialisasikan adanya pembelahan antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan islam.
Positif-Objektif, dalam pemikiran ini, pemikiran kita tidak boleh melampaui fakta -fakta, maka pengetahuan empiris dijadikan pendoman istimewa dalam bidang pengetahuan. Ilmu yang dihasilkan dari tahapan metafisis tidak dianggap sebagai ilmu pengetahuan.
56Mulyadhi Kartanegara, Mengislamkan Nalar, hlm. 2
57Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, hlm. 103
Anti Metafisika, secara singkat, pendekatan ini menafikan wahyu dan tidak memiliki campur tangan sama sekali dalam menghasilkan ilmu pengetahuan.
Epistemologi Islam
Ilmu pengetahuan dalam pandangan islam tidak bertolak belakang secara menyeluruh dengan pengetahuan barat, ada segi-segi tertentu yang merupakan titik persamaan dan perbedaannya. Titik persamaannya adalah keberadaan diterima secara universal, seperti indera dan akal sebagai salah satu media mendapatkan ilmu pengetahuan. Namun, islam mengakui keterbatasan indera dan akal, akhirnya ilmu dalam islam dirancang dan dibangun melalui kedua sumber tersebut berdasarkan kekuatan spiritual yang bersumber dari wahyu Allah. Adapun pendekatan epistemologi islam diantaranya:
Bersandar pada kekuatan spiritual, yaitu sebagaimana pada iman dan hati nurani pada akal juga terdapat kekuatan spiritual. Akal manusia mempunyai substansi spiritual yang bersumber dan prinsipnya adalah ilahi, yaitu ilmu dan filsafat diperoleh dengan bantuan spiritual, maka baik metode maupun objek pemikiran yang tidak dapat dijangkau manusia akan dikembalikan dengan kekuatan ilahi.
Hubungan yang harmonis antara wahyu dan akal, artinya ilmu dalam islam tidak hanya diformulasikan dan dibangun melalui akal semata, tetapi juga melalui wahyu. Akal berusaha bekerja maksimal untuk menemukan dan mengembangkan ilmu, sedangkan wahyu datang membimbing serta memberi petunjuk yang harus dilalui akal.
Interdependensi akal dengan intuisi, yaitu ilmu pengetahuan dibangun atas kerjasama akal dan intuisi. Akal memiliki keterbatasan-keterbatasan penalaran yang kemudian disempurnakan oleh intuisi yang sifatnya memberi bantuan.
Memiliki orientasi teosentris, yaitu ilmu dalam islam tidak hanya semata-mata berupaya untuk mencapai kemudahan-kemudahan atau kesejahteraan duniawi saja, akan tetapi juga kebahagiaan akhirat dengan menjadikan sarana dalam melakukan ibadah.
Terikat nilai, yaitu dalam islam harus didasarkan nilai dan harus memiliki fungsi dan tujuan. Dengan kata lain, pengetahuan bukan untuk kepentingannya sendiri, tetapi menyajikan jalan keselamatan.58
58Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, hlm. 165
F. KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya islamisasi ilmu pengetahuan merujuk pada usaha memurnikan dan melepaskan konstruksi ilmu pengetahuan dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan islam. Islamisasi tidak hanya sekedar kegiatan ayatisasi dan pelabelan islam terhadap suatu ilmu, namun lebih kepada proses membina dan membangun metodologi yang tepat berdasarkan konsep islam, sehingga ilmu pengetahuan yang muncul akan mengikuti konstruksi yang telah digariskan oleh islam yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
Handrianto, Budi. 2010. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Hashim,Rosnani. 2005. Gagasan Islamisasi Kontempore: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan,
Islamiah: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam. Jakarta: INSIST.
Kartanegara, Mulyadhi. 2007. Mengislamkan Nalar. Jakarta: Erlangga.
Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Shopan, Mohammad. 2005. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 1: Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Syadaly, H. Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Armas, Adnin. 2007. Krisis Epistemologi dan Islamisasi Ilmu. ISID Gontor: Center for Islamic & Occidental Studis.
Habib, Zainal. 2007. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi Mendialogkan Perspektif. Malang:
UIN Malang Press.
Al-Faruqi, Isma‟il Raji. 2003. Islamisasi Pengetahuan, Cet ke-3. Bandung: Penerbit Pustaka
0 Response to "Makalah: Islamisasi Ilmu Pengetahuan "
Post a Comment